- Nilai Sosial
Nilai
pada hakekatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyek. Nilai
bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku
manusia. Nilai merupakan kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui
perilaku sosial orang yang memiliki nilai sosial.
Nilai
sosial merupakan kualitas perilaku, pikiran, dan karakter yang dianggap
masyarakat baik dan benar, hasilnya diinginkan dan layak ditiru orang lain.
Nilai sosial merupakan sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh
masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan sesuatu yang benar dan penting.
Peran
nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat adalah:
- Sebagai
alat menentukan harga dan kelas sosial seseorang dalam struktur
stratifikasi. Misal kelompok masyarakat ekonomi kaya, menengah dan kelas
bawah.
- Mengarahkan
masyarakat untuk berfikir dan bertingkah laku sesuai nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat, agar tercipta integrasi dan tertib sosial.
- Memotivasi
untuk mewujudkan diri dalam berperilaku sesuai yang diharapkan oleh
peran-perannya dalam mencapai tujuan.
- Sebagai
alat solidaritas yang mendorong masyarakat untuk saling bekerjasama demi
mencapai suatu tujuan.
- Sebagai
pengontrol, pembatas, pendorong dan penekan individu untuk selalu berbuat
baik.
Nilai
sosial dalam masyarakat bersumber pada tiga hal, yaitu:
- Bersumber
dari Tuhan, yaitu yang biasanya diketahui melalui ajaran yang ditulis
dalam kitab suci. Berisi nilai-nilai yang dapat memberikan pedoman dalam
bersikap dan bertingkah laku terhadap sesama, misal: kasih sayang,
ketaatan, kejujuran, hidup sederhana, dll. Nilai bersumber dari Tuhan
disebut nilai theonom.
- Bersumber
dari Masyarakat, yaitu masyarakat menyepakati sesuatu yang dianggap baik
dan luhur, kemudian dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Misalnya
kesopanan dan kesantunan terhadap orang tua. Nilai dari kesepakatan
disebut nilai heterogen.
- Bersumber
dari Individu, yaitu setiap individu masing-masing pasti memiliki sesuatu
yang baik, luhur dan penting. Misalnya kegigihan, semangat, kerja keras
adalah sesuatu yang penting untuk mencapai suatu kesuksesan dan
keberhasilan. Nilai berasal dari individu disebut nilai otonomi.
Nilai
sosial memiliki ciri-ciri sbb:
a. Merupakan
hasil dari interaksi sosial antar anggota masyarakat
b. Bisa
dipertukarkan kepada individu atau kelompok lain.
c. Terbentuk
melaui proses belajar.
d. Bervariasi
antar masyarakat yang berbeda.
e. Bisa
berbeda pengaruhnya terhadap setiap individu dan masyarakat.
f.
Bisa berpengaruh positif atau negatif terhadap
perkembangan pribadi seseorang.
g. Berisi anggapan-anggapan
dari berbagai obyek dalam masyarakat.
B.
Norma Sosial.
Norma adalah petunjuk atau patokan perilaku yang
dibenarkan dan pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosial di suatu
kelompok masyarakat tertentu. Perbedaan nilai sosial dan norma sosial adalah,
dalam norma sosial ada sanksi sosial (penghargaan dan hukuman), bagi orang yang
menuruti atau melanggar norma tersebut.
Norma bersifat memaksa sehingga seluruh anggota kelompok
harus bertindak sesuai dengan norma yang telah dibentuk sejak lama. Misal
menghormati tamu yang datang, bila tidak dilakukan akan dianggap tidak sopan
dan tidak berpendidikan. Norma tidak boleh dilanggar, yang melanggar akan kena
sanksi misalnya, ke sekolah datang terlambat akan dihukum tidak boleh masuk
kelas, anak yang mencontek akan diberi sanksi tidak boleh melanjutkan ulangan.
Norma
social di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi yang satu
dengan yang lain saling berhubungan, yaitu:
1.
Norma Agama(religi),
yaitu peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau
diubah karena aturannya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap
norma dikatakan berdosa.
2.
Norma kesusilaan,
adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak.
Norma kesusilaan, seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan buruk.
Pelanggaran terhadap norma berakibat pengucilan secara fisik(dipenjara, diusir)
atau secara batin (dijauhi). Misalnya, kehidupan pelacur, tindakan korupsi,
dsb.)
3.
Norma Kesopanan, adalah peraturan sosial yang mengarah kepada
hal-hal bagaimana seseorang bertingka laku wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
Pelanggaran terhadap norma akan mendapat celaan, kritik, dan pengucilan.
4.
Norma kebiasaan,
adalah sekumpulan peraturan sosial yang dibuat secara sadar atau tidak, berisi
tentang petunjuk perilaku yang diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan
individu. Pelanggaran terhadap norma ini ber akibat celaan, kritik,atau
pengucilan. Misalnya membawa oleh-oleh apabila pulang dari bepergian, bejabat
tabgan saat ketemu, dsb.
5. Norma hukum/ kode etik.
Norma hukum, adalah aturan sosial yang dibuat oleh
lembaga-lembaga tertentu, misal lembaga pemerintah, advokat, organisasi profesi
dsb. Norma hukum juga disebut kode etik. Pelanggaran terhadap norma hukum akan
mendapat sanksi berupa sanksi denda atau hukuman fisik. Misalnya wajib bayar
pajak, pelanggaran lalu lintas, dsb.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di
setiap kelompok masyarakat, bagaimanapun peradabannya, sedang norma kesopanan
dan norma kebiasaan hanya dipelihara dan dilaksanakan oleh sekelompok
masyarakat tertentu saja.
Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan
setiap manusia, nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran
sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem
nilai. Seorang pribadi yang taat pada aturan, kaidah dan norma yang berlaku
dalam masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya maka pribadi itu dianggap
tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya berupa peraturan atau prinsip-prinsip
yang benar, baik, terpuji dan mulia. Moral bisa berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Apa Itu Moral?
Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti tata cara,
kebiasaan, perilaku, dan adat istiadat dalam kehidupan (Hurlock, 1990). Rogers (1977) mengartikan moral sebagai pedoman salah atau benar bagi perilaku seseorang yang
ditentukan oleh masyarakat. Allen
(1980) mengartikan moral sebagai pola
perilaku, prinsip‐prinsip,
konsep dan aturan‐aturan
yang digunakan individu atau kelompok yang berkaitan dengan baik dan buruk. Moral menurut Piaget (1976) adalah
kebiasaan seseorang untuk berperilaku
lebih baik atau buruk dalam memikirkan masalah ‐masalah
sosial terutama
dalam tindakan moral.
Moral melibatkan pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang
sesuai Ataupun sebaliknya pada pandangan masyarakat. Ia mempunyai kaitan dengan
hubungan intrapersonal dan interpersonal manusia. Dimensi interpersonal
berkaitan dengan aktivitas individu yang tidak melibatkan orang lain. Manakala,
interpersonal pula berkaitan dengan hubungan dengan orang lain (Madoan dan
Ahmad, 2004).
Masalah moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian
orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam
masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan moral seseorang mengganggu
ketenteraman yang lain. Jika dalam suatu masyarakat banyak yang rusak moralnya,
maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu. Jika kita tinjau keadaan
masyarakat di Indonesia terutama di kota-kota besar sekarang ini akan kita
dapati bahwa moral sebagian anggota masyarakat telah rusak atau mulai merosot.
Dimana kita lihat, kepentingan umum tidak lagi menjadi nomor satu, akan tetapi
kepentingan dan keuntungan pribadilah yang menonjol pada banyak orang
(Komariah, 2011).
Penyimpangan
Anatara nilai dan moral terdapat hubungan yang sangat erat
dan bahkan melekat. Nilai dan moral
akibat pengaruh faktor-faktor tertentu dapat menyimpang. Kartono (2007) memberi definisi yang
cukup panjang, penyimpangan moral adalah kondisi individu yang hidupnya
delingment (nakal, jahat), yang senantiasa melakukan penyimpangan perilaku dan
bertingkah laku asosial atau antisosial dan amoral. Ciri-ciri orang yang
mengalami penyimpangan moral cenderung psikotis (mengalami gangguan
kejiwaan ) dan mengalami regresi (kemunduran), dengan penyimpangan-penyimpangan
relasi kemanusiaan, sikapnya dingin, beku, tanpa afeksi (sikap), emosinya
labil, munafik, jahat, sangat egoistis, self
centered(aku-nya tinggi), dan tidak menghargai orang lain. Tingkah laku
orang yang mengalami defisiensi moral selalu salah dan jahat, sering melakukan penyimpangan perilaku,
bisa berupa menindas, suka berkelahi, mencuri, mengonsumsi obat-obatan
terlarang, dan sebagainya. Ia selalu melanggar hukum, norma dan nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat.
Penyimpangan
moral remaja biasanya diwujudkan dalam bentuk kenakalan. Santrock (2003) menjelaskan kenakalan remaja berdasarkan tingkah
laku, yaitu;
a.
Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan
dengan
nilai-nilai norma- norma dalam
masyarakat. Contoh: berkata kasar pada guru, orang tua.
b.Tindakan
pelanggaran ringan seperti ; membolos sekolah, kabur pada jam mata pelajaran
tertentu dll.
c.
Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang
dilakukan oleh remaja, seperti; mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan
terlarang.
Pengamat
lain, Herupurnomo, ( KBM3, January 4, 2015) berdasarkan informasi yang diperoleh
dari berbagai sumber menyampaikan ada beraneka
ragam tingkah laku atau perbuatan remaja yang menyimpang dari moral, sering
menimbulkan kegelisahan dan permasalah terhadap orang lain. Penyimpangan moral
tersebut dapat berwujud sebagai kenakalan atau kejahatan. Berikut di bawah ini
adalah beberapa contoh dari penyimpangan –peyimpangan moral pada remaja yang
sering terjadi dan muncul dalam media-media pemberitaan.
1.
Perkosaan
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin raperen yang
berarti mencuri, memaksa,merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997).
Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan
oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai
melanggar menurut moral dan hukum dengan cara yang dinilai melanggar menurut
moral dan hukum (Wignjosoebroto, 1997).
Sejak tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di
Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu
per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30 persen pelakunya adalah remaja SMP
dan SMA. Fenomena tingginya remaja melakukan aborsi karena akibat perkosaan dan
hubungan suka sama suka (Ardiantofani, 2014). Dalam Republika.co.id (Sadewo,
2014), Indonesia Police Watch (IPW) melihat kecenderungan meningkatnya
angka perkosaan di Indonesia tahun ini. Menurut Ketua Presidium IPW, Neta
S Pane, meski belum memiliki angka pasti untuk tahun ini, namun kecenderungan
tersebut telah terlihat. Tahun 2013 setiap bulan tiga sampai empat kasus
perkosaan di seluruh indonesia. Tahun 2014, empat hingga enam setiap bulan.
Tercatat, hingga 50 persen pelaku perkosaan adalah anak berusia di bawah 20
tahun. Sebagian dari para remaja memperkosa teman perempuannya.
2.
Tawuran
Istilan tawuran sering dilakukan pada sekelompok remaja
terutama oleh para pelajar sekolah, yang akhir-akhir ini sudah tidak lagi
menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi. Kekerasan dengan cara
tawuran sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang
dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah menjadi bukti nyata bahwa seorang
yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat anarkis, premanis,
dan rimbanis. Tentu saja perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang
terlibat dalam perkelahian atau tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang
lain yang tidak terlibat secara langsung (Julianti, 2013).
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan,
tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya),
tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi
183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan
korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230
kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya
korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah
perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu
hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Setyawan,
2014).
3.
Pergaulan Bebas
Pergaulan bebas sudah tak lagi mengindahkan nilai-nilai yang
berlaku dimadsyarakat, tak ada batasan batasan sehingga terjadi misalnya perilaku
seksual pra nikah. Padahal oleh agama jelas-jelas yang dem ikian ini dilarang
bahkan mendekataionya saja tidak boleh.
Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja berawal
dari munculnya “ chemistry” (ketertarikan) terhadap lawan jenis sebagai dampak
dari perkembangan seksual yang dialami. Ketertarikan tersebut mengundang remaja
untuk menjalin suatu hubungan romantis, dimana dalam hubungan romantis tersebut remaja mulai
mengembangkan bentuk-bentuk perilaku seksual sejalan dengan meningkatnya dorongan
seksual remaja yang menimbulkan keinginan-keinginan yang tidak mudah dipahami
oleh remaja (Andayani dan Setiawan, 2005).
Perubahan sosial mulai terlihat dalam persepsi masyarakat
yang pada mulanya menyakini seks sebagai sesuatu yang sakral menjadi sesuatu
yang tidak sakral lagi, maka saat ini seks sudah secara umum meluas di
permukaan masyarakat. Ditambah dengan adanya budaya permisifitas seksual pada
generasi muda tergambar dari pelaku pacaran yang semakin membuka kesempatan untuk
melakukan tindakan-tindakan seksual juga adanya kebebasan seks yang sedang
marak saat ini telah melanda kehidupan masyarakat yang belum melakukan
perkawinan. Bahkan aktivitas seks pranikah tersebut banyak terjadi di kalangan
remaja dan pelajar yang sedang mengalami proses pembudayaan dengan menghayati
nilai-nilai ilmiah (Salisa, 2010). Dan
ini betul-betul sungguh-sungguh mengkhawatirkan dan amat memprihatinkan .
4.
Penggunaan Narkoba
Globalisasi dan modernisasi tidak dapat dipungkiri lagi
telah mendatangkan keuntungan bagi manusia. Arus informasi yang masuk ke negeri
ini semakin sulit dibendung. Dampak negatifnya, banyak remaja yang terjerumus
mengikuti budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, misalnya seks
pranikah dan maraknya penyalahgunaan Narkoba (Primatantari dan Kahono, Unknown
Time). Sungguh suatu yang memilukan jika semakin hari
semakin banyak anak bangsa yang terjerat narkoba.
Pengguna narkoba biasanya dimulai dengan coba-coba yang
bertujuan sekedar memenuhi rasa ingin tahu remaja, namun sering keinginan untuk
mencoba ini menjadi tingkat ketergantungan. Tingkat pengguna narkoba sendiri
dapat dibagi menjadi (1) pemakai coba-coba, pemakaian sosial (hanya untuk
bersenang-senang), (2) pemakaian situasional (pemakaian pada saat tegang,
sedih, kecewa dan lain-lain), (3) penyalahgunaan (pengunaan yang sudah bersifat
patologis) dan (4) tahap yang lebih lanjut atau ketergantungan (kesulitan untuk
menghentikan pemakaian) (Wahyurini dan Ma’shum cit. Widianingsih dan
Widyarini, 2009).
Sejak 2010 sampai 2013 tercatat ada peningkatan jumlah
pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010 tercatat
ada 531 tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011.
Setahun kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121
tersangka pada 2013. Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka
narkoba berstatus mahasiswa. Pada 2010, terdata ada 515 tersangka, dan
terus naik menjadi 607 tersangka pada 2011. Setahun kemudian, tercatat 709
tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2013. Sebagian besar pelajar dan
mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau pengguna.
Pada 2011 BNN juga melakukan survei nasional perkembangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Dari penelitian di
16 provinsi di tanah air, ditemukan 2,6 persen siswa SLTP sederajat
pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen siswa SMA terdata pernah memakai
barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi, ada 7,7 persen mahasiswa
yang pernah mencoba narkoba (Tryas, 2014).
Tren penyalahgunaan narkoba saat ini didominasi ganja,
sabu-sabu, ekstasi, heroin, kokain, dan obat-obatan Daftar G. Sepanjang 2012,
BNN sudah 12 kali memusnahkan narkoba. Total yang telah dimusnahkan sebanyak
28.062 gram sabu-sabu, 44.389 gram ganja, 10.116 gram heroin, dan 3.103 butir
ekstasi. Sebagian besar penyalahguna narkoba ialah remaja berpendidikan tinggi.
Berdasarkan data BNN, sedikitnya 15 ribu orang setiap tahun mati akibat
penyalahgunaan narkoba dan kerugian negara mencapai Rp50 triliun per tahun.
Pecandu heroin dan morfin yang menggunakan jarum suntik itu berpotensi besar
terkena penyakit hepatitis B dan hepatitis C bahkan tertular virus HIV-AIDS.
(Holisah, 2014).
5.
Menyontek
Menyontek merupakan tindak kecurangan dalam tes, melalui
pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan
Wulan, 1994). Perilaku menyontek harus dihilangkan, karena hal tersebut sama
artinya dengan tindakan kriminal mencuri hak milik orang lain. Namun nyatanya
perilaku menyontek semakin mengalami peningkatan (McCabe, 2001). Perilaku
menyontek telah merambah ke berbagai penjuru, mulai dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi. Tak hanya dilakukan oleh siswa maupun mahasiswa yang berprestasi
rendah, tetapi juga siswa serta mahasiswa yang berprestasi tinggi pernah
melakukannya. Sebagaimana survey yang dilakukan oleh Who’s Who Among American High School Student, menunjukkan bahwa
mahasiswa terpandai mengakui pernah menyontek, untuk mempertahankan prestasinya
(Parsons dalam Mujahidah, 2009).
Pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) melakukan survei online atas pelaksanaan ujian
nasional (UN) tahun 2004-2013. Ditemukan bahwa kecurangan UN terjadi secara
massal lewat aksi mencontek. Psikolog UPI Ifa Hanifah Misbach memaparkan,
total responden dalam survei UN adalah 597 orang yang berasal dari 68 kota dan
89 kabupaten di 25 provinsi. Survei dilakukan secara online untuk mengurangi
bias data. Responden berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta
(20%). Para responden mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil
survei, 75% responden mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis
kecurangan terbanyak yang diakui adalah mencontek massal lewat pesan singkat
(sms), grup chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Responden yang
melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3n (Anonim, 2013).
6.
Mabuk-mabukan
Pergaulan remaja juga berpotensi menimbulkan keresahan
sosial karena tidak sedikit para remaja yang terlibat pergaulan negatif
mabuk-mabukan. Tindakan ini selain mengganggu ketertiban sosial juga sangat
merugikan kesehatan mereka sendiri (Surbakti, 2009).
Diberitakan dalam Bangka.tribunnews.com,
pada tanggal 18 April 2014 remaja mabuk menggunakan lem dan minuman keras
(miras) jenis arak telah meresahkan masyarakat. Segerombolan remaja
sering minum-minuman keras di Jalan Pattimura, Desa Air Saga, Tanjungpan
dan nekat menjebol pagar kawat milik warga (Setyanto, 2014). Di media online
lain yaitu news.detik.com diberitakan dua remaja mabuk menghina polisi dan
mengeluarkan kata-kata kotor di depan Polsek Sleman. Sempat terjadi
kejar-kejaran dengan polisi, lalu keduanya tertangkap. Satu di antaranya
ditembak karena melawan. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu tanggal 15
November 2014 sekitar pukul 03.00 WIB dengan TKP jalan Cimpling, Cebongan,
Jumeneng, Kecamatan Mlati, Sleman (Kurniawan,
2014).
7.
Membolos
Membolos sekolah adalah perbuatan yang menyia-nyiakan waktu dan
kesempatan yang bermanfaat (Mahmudi,
2014). Membolos adalah budaya yang merugikaan abagi pelajar karena waktu yang
seharusnya digunakan untuk belajar digunakan untuk kepentingan lainnya yang tak
bermanfaat bagi proses belajarnya di sekolah.
Di luar itu
bukan berarti tak ada lagi penyimpangan , masih banyak daftar yang bisa kita
cermati seperti memalak/memeras orang lain, korupsi( walau tingkatnya masih
kecil-kecilan belum sampai ditangani secara hokum apalagi KPK), bullying, dan
lainnya.
Cerita
Budi
berasal dari keluarga baik-baik. Orang tuanya kedua-duanya bekerja di
perusahaan swasta, penghasilannya cukup untuk kehidupannya secara sederhana. Semula
kehidupannya sebagai remaja normal-normal saja . Sebagai siswa kelas 9 di SMPN
di kota itu ia tergolong anak biasa-biasa, nilainya rata-rata di kelasnya.
Perubahan
baru terjadi setelah ia berteman dengan si Badung, teman baru anak pindahan
dari luar daerah . Budi yang dulunya tak pernah pulang telat , kini menjadi
terbiasa pulangn telat, bahkan tak jarang kalau malam minggu pulangnya hingga
larut malam.
Di
rumah pun hubungannya dengan orang tua sudah tidak seharmonis dulu-dulu. Ia
mulai tidak hormat kepada kedua orang tuanya, berngkat sekolah juga tak pernah
minta izin, jika minta sesuatu suka memaksa , membentak-bentak, kasar pada
orang tuanya.
Demikian
juga terhadap kedua adiknya sikapnya berubah total, suka menindas, marah-marah
dan tak toleran. Apa maunya harus dituruti. Suka membanting barang adiknya.
Keadaan
yang sangat drastis itu membuat keluargaanya terutama kedua orang tuanya sangat
kaget dan amat susah, sedih dan menderita. Anak yang dulunya sopan, sholeh,
sekarang berubah seperti itu.
0 komentar:
Posting Komentar