ALLAHHUAKBAR....ALLAHHUAKBAR....ALLAHHUAKBAR

BIMBINGAN DAN KONSELING

BIJAK BERPIKIRAN..BERUCAPAN..PERBUATAN..MENUMBUHKAN KEPRIBADIAN SEJATI

kursor

Toad Jumping Up and Down

bintang

Sabtu, 03 Oktober 2015

PENYIMPANGAN NILAI DAN NORMA

  1. Nilai Sosial
Nilai pada hakekatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyek. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai merupakan kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku sosial orang yang memiliki nilai sosial.
Nilai sosial merupakan kualitas perilaku, pikiran, dan karakter yang dianggap masyarakat baik dan benar, hasilnya diinginkan dan layak ditiru orang lain. Nilai sosial merupakan sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan sesuatu yang benar dan penting.
Peran nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat adalah:
  1. Sebagai alat menentukan harga dan kelas sosial seseorang dalam struktur stratifikasi. Misal kelompok masyarakat ekonomi kaya, menengah dan kelas bawah.
  2. Mengarahkan masyarakat untuk berfikir dan bertingkah laku sesuai nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, agar tercipta integrasi dan tertib sosial.
  3. Memotivasi untuk mewujudkan diri dalam berperilaku sesuai yang diharapkan oleh peran-perannya dalam mencapai tujuan.
  4. Sebagai alat solidaritas yang mendorong masyarakat untuk saling bekerjasama demi mencapai suatu tujuan.
  5. Sebagai pengontrol, pembatas, pendorong dan penekan individu untuk selalu berbuat baik.
Nilai sosial dalam masyarakat bersumber pada tiga hal, yaitu:
  1. Bersumber dari Tuhan, yaitu yang biasanya diketahui melalui ajaran yang ditulis dalam kitab suci. Berisi nilai-nilai yang dapat memberikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku terhadap sesama, misal: kasih sayang, ketaatan, kejujuran, hidup sederhana, dll. Nilai bersumber dari Tuhan disebut nilai theonom.
  2. Bersumber dari Masyarakat, yaitu masyarakat menyepakati sesuatu yang dianggap baik dan luhur, kemudian dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Misalnya kesopanan dan kesantunan terhadap orang tua. Nilai dari kesepakatan disebut nilai heterogen.
  3. Bersumber dari Individu, yaitu setiap individu masing-masing pasti memiliki sesuatu yang baik, luhur dan penting. Misalnya kegigihan, semangat, kerja keras adalah sesuatu yang penting untuk mencapai suatu kesuksesan dan keberhasilan. Nilai berasal dari individu disebut nilai otonomi.
Nilai sosial memiliki ciri-ciri sbb:
a.       Merupakan hasil dari interaksi sosial antar anggota masyarakat
b.      Bisa dipertukarkan kepada individu atau kelompok lain.
c.       Terbentuk melaui proses belajar.
d.      Bervariasi antar masyarakat yang berbeda.
e.       Bisa berbeda pengaruhnya terhadap setiap individu dan masyarakat.
f.        Bisa berpengaruh positif atau negatif terhadap perkembangan pribadi seseorang.
g.      Berisi anggapan-anggapan dari berbagai obyek dalam masyarakat.
B.    Norma Sosial.
Norma adalah petunjuk atau patokan perilaku yang dibenarkan dan pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosial di suatu kelompok masyarakat tertentu. Perbedaan nilai sosial dan norma sosial adalah, dalam norma sosial ada sanksi sosial (penghargaan dan hukuman), bagi orang yang menuruti atau melanggar norma tersebut.
Norma bersifat memaksa sehingga seluruh anggota kelompok harus bertindak sesuai dengan norma yang telah dibentuk sejak lama. Misal menghormati tamu yang datang, bila tidak dilakukan akan dianggap tidak sopan dan tidak berpendidikan. Norma tidak boleh dilanggar, yang melanggar akan kena sanksi misalnya, ke sekolah datang terlambat akan dihukum tidak boleh masuk kelas, anak yang mencontek akan diberi sanksi tidak boleh melanjutkan ulangan.
Norma social di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi yang satu dengan yang lain saling berhubungan, yaitu:
1.      Norma Agama(religi), yaitu peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah karena aturannya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma dikatakan berdosa.
2.      Norma kesusilaan, adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak. Norma kesusilaan, seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan buruk. Pelanggaran terhadap norma berakibat pengucilan secara fisik(dipenjara, diusir) atau secara batin (dijauhi). Misalnya, kehidupan pelacur, tindakan korupsi, dsb.)
3.      Norma Kesopanan,  adalah peraturan sosial yang mengarah kepada hal-hal bagaimana seseorang bertingka laku wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma akan mendapat celaan, kritik, dan pengucilan.
4.      Norma kebiasaan, adalah sekumpulan peraturan sosial yang dibuat secara sadar atau tidak, berisi tentang petunjuk perilaku yang diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini ber akibat celaan, kritik,atau pengucilan. Misalnya membawa oleh-oleh apabila pulang dari bepergian, bejabat tabgan saat ketemu, dsb.
5.      Norma hukum/ kode etik.
Norma hukum, adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misal lembaga pemerintah, advokat, organisasi profesi dsb. Norma hukum juga disebut kode etik. Pelanggaran terhadap norma hukum akan mendapat sanksi berupa sanksi denda atau hukuman fisik. Misalnya wajib bayar pajak, pelanggaran lalu lintas, dsb.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat, bagaimanapun peradabannya, sedang norma kesopanan dan norma kebiasaan hanya dipelihara dan dilaksanakan oleh sekelompok masyarakat tertentu saja.
Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia, nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Seorang pribadi yang taat pada aturan, kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.  Jika sebaliknya maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya berupa peraturan atau prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji dan mulia. Moral bisa berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Apa Itu Moral?
Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti tata cara, kebiasaan, perilaku, dan adat istiadat dalam kehidupan (Hurlock, 1990).  Rogers (1977) mengartikan moral sebagai pedoman  salah atau benar bagi perilaku seseorang yang ditentukan oleh masyarakatAllen (1980) mengartikan moral sebagai pola perilaku, prinsipprinsip, konsep dan aturanaturan yang digunakan individu atau kelompok yang berkaitan dengan baik dan buruk. Moral menurut Piaget (1976) adalah kebiasaan seseorang untuk berperilaku lebih baik atau buruk dalam memikirkan masalah masalah sosial terutama dalam tindakan moral.
            Moral melibatkan pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang sesuai Ataupun sebaliknya pada pandangan masyarakat. Ia mempunyai kaitan dengan hubungan intrapersonal dan interpersonal manusia. Dimensi interpersonal berkaitan dengan aktivitas individu yang tidak melibatkan orang lain. Manakala, interpersonal pula berkaitan dengan hubungan dengan orang lain (Madoan dan Ahmad, 2004).
Masalah moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan moral seseorang mengganggu ketenteraman yang lain. Jika dalam suatu masyarakat banyak yang rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu. Jika kita tinjau keadaan masyarakat di Indonesia terutama di kota-kota besar sekarang ini akan kita dapati bahwa moral sebagian anggota masyarakat telah rusak atau mulai merosot. Dimana kita lihat, kepentingan umum tidak lagi menjadi nomor satu, akan tetapi kepentingan dan keuntungan pribadilah yang menonjol pada banyak orang (Komariah, 2011).
Penyimpangan  
Anatara nilai dan moral terdapat hubungan yang sangat erat dan bahkan melekat.  Nilai dan moral akibat pengaruh faktor-faktor tertentu dapat menyimpang.  Kartono (2007) memberi definisi yang cukup panjang, penyimpangan moral adalah kondisi individu yang hidupnya delingment (nakal, jahat), yang senantiasa melakukan penyimpangan perilaku dan bertingkah laku asosial atau antisosial dan amoral. Ciri-ciri orang yang mengalami  penyimpangan  moral cenderung psikotis (mengalami gangguan kejiwaan ) dan mengalami regresi (kemunduran), dengan penyimpangan-penyimpangan relasi kemanusiaan, sikapnya dingin, beku, tanpa afeksi (sikap), emosinya labil, munafik, jahat, sangat egoistis, self centered(aku-nya tinggi), dan tidak menghargai orang lain. Tingkah laku orang yang mengalami defisiensi moral selalu salah dan  jahat, sering melakukan penyimpangan perilaku, bisa berupa menindas, suka berkelahi, mencuri, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Ia selalu melanggar hukum, norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Penyimpangan moral remaja biasanya diwujudkan dalam bentuk kenakalan. Santrock (2003) menjelaskan kenakalan remaja berdasarkan tingkah laku, yaitu;
a. Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan dengan   
     nilai-nilai norma- norma dalam  masyarakat. Contoh: berkata kasar pada guru, orang tua.
b.Tindakan pelanggaran ringan seperti ; membolos sekolah, kabur pada jam mata pelajaran tertentu dll.
c.  Tindakan pelanggaran berat yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja, seperti; mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan terlarang.
            Pengamat lain, Herupurnomo, ( KBM3, January 4, 2015)  berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber  menyampaikan ada beraneka ragam tingkah laku atau perbuatan remaja yang menyimpang dari moral, sering menimbulkan kegelisahan dan permasalah terhadap orang lain. Penyimpangan moral tersebut dapat berwujud sebagai kenakalan atau kejahatan. Berikut di bawah ini adalah beberapa contoh dari penyimpangan –peyimpangan moral pada remaja yang sering terjadi dan muncul dalam media-media pemberitaan.
1.      Perkosaan
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin raperen yang berarti mencuri, memaksa,merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan  dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto, 1997).
Sejak tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30 persen pelakunya adalah remaja SMP dan SMA. Fenomena tingginya remaja melakukan aborsi karena akibat perkosaan dan hubungan suka sama suka (Ardiantofani, 2014). Dalam Republika.co.id (Sadewo, 2014), Indonesia Police Watch (IPW) melihat kecenderungan  meningkatnya angka perkosaan di Indonesia tahun ini.  Menurut Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, meski belum memiliki angka pasti untuk tahun ini, namun kecenderungan tersebut telah terlihat. Tahun 2013 setiap bulan tiga sampai empat kasus perkosaan di seluruh indonesia. Tahun 2014, empat hingga enam setiap bulan. Tercatat, hingga 50 persen pelaku perkosaan adalah anak berusia di bawah 20 tahun. Sebagian dari para remaja memperkosa teman perempuannya.
2.      Tawuran
Istilan tawuran sering dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar sekolah, yang akhir-akhir ini sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi. Kekerasan dengan cara tawuran sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah menjadi bukti nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat anarkis, premanis, dan rimbanis. Tentu saja perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian atau tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat secara langsung (Julianti, 2013).
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Setyawan, 2014).
3.      Pergaulan Bebas
Pergaulan bebas sudah tak lagi mengindahkan nilai-nilai yang berlaku dimadsyarakat, tak ada batasan batasan sehingga terjadi misalnya perilaku seksual pra nikah. Padahal oleh agama jelas-jelas yang dem ikian ini dilarang bahkan  mendekataionya saja tidak boleh.
Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja berawal dari munculnya “ chemistry” (ketertarikan) terhadap lawan jenis sebagai dampak dari perkembangan seksual yang dialami. Ketertarikan tersebut mengundang remaja untuk menjalin suatu hubungan romantis, dimana dalam  hubungan romantis tersebut remaja mulai mengembangkan bentuk-bentuk perilaku seksual sejalan dengan meningkatnya dorongan seksual remaja yang menimbulkan keinginan-keinginan yang tidak mudah dipahami oleh remaja (Andayani dan Setiawan, 2005).
Perubahan sosial mulai terlihat dalam persepsi masyarakat yang pada mulanya menyakini seks sebagai sesuatu yang sakral menjadi sesuatu yang tidak sakral lagi, maka saat ini seks sudah secara umum meluas di permukaan masyarakat. Ditambah dengan adanya budaya permisifitas seksual pada generasi muda tergambar dari pelaku  pacaran yang semakin membuka kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan seksual juga adanya kebebasan seks yang sedang marak saat ini telah melanda kehidupan masyarakat yang belum melakukan perkawinan. Bahkan aktivitas seks pranikah tersebut banyak terjadi di kalangan remaja dan pelajar yang sedang mengalami proses pembudayaan dengan menghayati nilai-nilai ilmiah  (Salisa, 2010). Dan ini betul-betul sungguh-sungguh mengkhawatirkan dan amat memprihatinkan .
 4.      Penggunaan Narkoba
Globalisasi dan modernisasi tidak dapat dipungkiri lagi telah mendatangkan keuntungan bagi manusia. Arus informasi yang masuk ke negeri ini semakin sulit dibendung. Dampak negatifnya, banyak remaja yang terjerumus mengikuti budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, misalnya seks pranikah dan maraknya penyalahgunaan Narkoba (Primatantari dan Kahono, Unknown Time). Sungguh suatu yang memilukan jika semakin hari semakin banyak anak bangsa yang terjerat narkoba.
Pengguna narkoba biasanya dimulai dengan coba-coba yang bertujuan sekedar memenuhi rasa ingin tahu remaja, namun sering keinginan untuk mencoba ini menjadi tingkat ketergantungan. Tingkat pengguna narkoba sendiri dapat dibagi menjadi (1) pemakai coba-coba, pemakaian sosial (hanya untuk bersenang-senang), (2) pemakaian situasional (pemakaian pada saat tegang, sedih, kecewa dan lain-lain), (3) penyalahgunaan (pengunaan yang sudah bersifat patologis) dan (4) tahap yang lebih lanjut atau ketergantungan (kesulitan untuk menghentikan pemakaian) (Wahyurini dan Ma’shum cit. Widianingsih dan  Widyarini, 2009).
Sejak 2010 sampai 2013 tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010 tercatat ada 531 tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013. Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus mahasiswa. Pada 2010, terdata ada 515  tersangka, dan terus naik menjadi 607 tersangka pada 2011. Setahun kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2013. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau pengguna.  Pada 2011 BNN juga melakukan survei nasional perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Dari penelitian di 16 provinsi di tanah air,  ditemukan 2,6 persen siswa SLTP sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen siswa SMA terdata pernah memakai barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi, ada 7,7 persen mahasiswa yang pernah mencoba narkoba (Tryas, 2014).
Tren penyalahgunaan narkoba saat ini didominasi ganja, sabu-sabu, ekstasi, heroin, kokain, dan obat-obatan Daftar G. Sepanjang 2012, BNN sudah 12 kali memusnahkan narkoba. Total yang telah dimusnahkan sebanyak 28.062 gram sabu-sabu, 44.389 gram ganja, 10.116 gram heroin, dan 3.103 butir ekstasi. Sebagian besar penyalahguna narkoba ialah remaja berpendidikan tinggi. Berdasarkan data BNN, sedikitnya 15 ribu orang setiap tahun mati akibat penyalahgunaan narkoba dan kerugian negara mencapai Rp50 triliun per tahun. Pecandu heroin dan morfin yang menggunakan jarum suntik itu berpotensi besar terkena penyakit hepatitis B dan hepatitis C bahkan tertular virus HIV-AIDS. (Holisah, 2014).
 5.      Menyontek
Menyontek merupakan tindak kecurangan dalam tes, melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan, 1994). Perilaku menyontek harus dihilangkan, karena hal tersebut sama artinya dengan tindakan kriminal mencuri hak milik orang lain. Namun nyatanya perilaku menyontek semakin mengalami peningkatan (McCabe, 2001). Perilaku menyontek telah merambah ke berbagai penjuru, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Tak hanya dilakukan oleh siswa maupun mahasiswa yang berprestasi rendah, tetapi juga siswa serta mahasiswa yang berprestasi tinggi pernah melakukannya. Sebagaimana survey yang dilakukan oleh Who’s Who Among American High School Student, menunjukkan bahwa mahasiswa terpandai mengakui pernah menyontek, untuk mempertahankan prestasinya (Parsons dalam Mujahidah, 2009).
Pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melakukan survei online atas pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun 2004-2013. Ditemukan bahwa kecurangan UN terjadi secara massal lewat aksi mencontek.  Psikolog UPI Ifa Hanifah Misbach memaparkan, total responden dalam survei UN adalah 597 orang yang berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25 provinsi. Survei dilakukan secara online untuk mengurangi bias data. Responden berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden mengikuti UN antara tahun 2004-2013.  Dari hasil survei, 75% responden mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak yang diakui adalah mencontek massal lewat pesan singkat (sms), grup chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Responden yang melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3n (Anonim, 2013).
6.      Mabuk-mabukan
Pergaulan remaja juga berpotensi menimbulkan keresahan sosial karena  tidak sedikit para remaja yang terlibat pergaulan negatif mabuk-mabukan. Tindakan ini selain mengganggu ketertiban sosial juga sangat merugikan kesehatan mereka sendiri (Surbakti, 2009).
Diberitakan dalam  Bangka.tribunnews.com, pada tanggal 18 April 2014 remaja mabuk menggunakan lem dan minuman keras (miras) jenis arak telah meresahkan masyarakat.  Segerombolan remaja  sering minum-minuman keras di Jalan Pattimura, Desa Air Saga, Tanjungpan dan nekat menjebol pagar kawat milik warga (Setyanto, 2014). Di media online lain yaitu news.detik.com diberitakan dua remaja mabuk menghina polisi dan mengeluarkan kata-kata kotor di depan Polsek Sleman. Sempat terjadi kejar-kejaran dengan polisi, lalu keduanya tertangkap. Satu di antaranya ditembak karena melawan. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu tanggal 15 November 2014 sekitar pukul 03.00 WIB dengan TKP jalan Cimpling, Cebongan, Jumeneng, Kecamatan Mlati, Sleman (Kurniawan, 2014).
7.      Membolos
Membolos sekolah adalah  perbuatan yang menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang bermanfaat (Mahmudi, 2014). Membolos adalah budaya yang merugikaan abagi pelajar karena waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar digunakan untuk kepentingan lainnya yang tak bermanfaat bagi proses belajarnya di sekolah.  
Di luar itu bukan berarti tak ada lagi penyimpangan , masih banyak daftar yang bisa kita cermati seperti memalak/memeras orang lain, korupsi( walau tingkatnya masih kecil-kecilan belum sampai ditangani secara hokum apalagi KPK), bullying, dan lainnya.

                                                  Cerita

            Budi berasal dari keluarga baik-baik. Orang tuanya kedua-duanya bekerja di perusahaan swasta, penghasilannya cukup untuk kehidupannya secara sederhana. Semula kehidupannya sebagai remaja normal-normal saja . Sebagai siswa kelas 9 di SMPN di kota itu ia tergolong anak biasa-biasa, nilainya rata-rata di kelasnya.
            Perubahan baru terjadi setelah ia berteman dengan si Badung, teman baru anak pindahan dari luar daerah . Budi yang dulunya tak pernah pulang telat , kini menjadi terbiasa pulangn telat, bahkan tak jarang kalau malam minggu pulangnya hingga larut malam.
            Di rumah pun hubungannya dengan orang tua sudah tidak seharmonis dulu-dulu. Ia mulai tidak hormat kepada kedua orang tuanya, berngkat sekolah juga tak pernah minta izin, jika minta sesuatu suka memaksa , membentak-bentak, kasar pada orang tuanya.
            Demikian juga terhadap kedua adiknya sikapnya berubah total, suka menindas, marah-marah dan tak toleran. Apa maunya harus dituruti. Suka membanting barang adiknya.
            Keadaan yang sangat drastis itu membuat keluargaanya terutama kedua orang tuanya sangat kaget dan amat susah, sedih dan menderita. Anak yang dulunya sopan, sholeh, sekarang berubah seperti itu.


0 komentar:

Posting Komentar